Pada tahun 1981, Franz Simon dan Artur Simon (Jerman) berada di Tanah Karo untuk melakukan penelitian dan perekaman kegiatan-kegiatan upacara seremonial yang diadakan masyarakat Karo saat itu. Dan dituliskan proses-proses perekaman dan kegiatan-kegiatan yang ada dalam buku “Encyclopaedia Cinematographica” yang diterbitkan tahun 1997 oleh Institut Fur Den Wissenchaftlichen Film.
Adapaun kegiatan-kegiatan seremonial yang dicatat dan direkam dalam audio visual adalah sebagai berikut :
- Erpangir Ku Lau di Sukanalu (Kecamatan Barusjahe)
- Erpangir Ku Lau di Kuta Mbelin (Kecamatan Naman Teran)
- Njujungi Beras Piher di Nageri (Kecamatan Munthe)
Erpangir Ku Lau di Sukanalu.
Erpangir ku lau merupakan salah satu ritus di dalam suku Karo. Erpangir berasal dari kata pangir, yang berarti mandi atau langir. Dan erpangir berarti adalah mandi dan berlangir.
Acara yang dicatat dan direkam oleh Franz Simon dan Artur Simon diadakan di Sukanalu Simbelang (Barusjahe) pada tanggal 4 September 1981 mulai pagi hari, hingga tanggal 5 September pada pukul 3 subuh. Acara diselenggarakan oleh keluarga Tengger Sembiring Meliala dan keluarganya. Beliau tinggal di Jalan Puteri Hijau di Sukanalu, Kecamatan, Barusjahe.
Tengger Sembiring dulunya berada di militer, dimana tahun 1945 ikut berjuang melawan Belanda. Kini ia adalah seorang petani, dan juga berdagang. Pemimpin ritual adalah Guru Sibaso Nande Mala Br. Ginting dari Peceren (Berastagi).
Di tepi perkampungan desa Sukanalu ada situs Keramat suci sang putri Puteri Hijau. Ada yang menamakannya Mariam Puntung. Tempat persembahan. Bangunannya berbentuk atap geriten. Di dalamnya terdapat Mariam yang ukurannya setengah. Mariam adalah bahagian dari kisah Putri Hijau yang juga berhubungan dengan Seberaya, asal Putri Hijau.
Prosesi seremonial yang diadakan di Sukanalu terbagi dalam 3 upacara. Sejak pagi hari sudah dilakukan persiapan dari acara tradisi ini. Acara nya adalah sebagai berikut:
- Upacara adat di Keramat Puteri Hijau di pinggiran Sukanalu dilakukan dari jam 9.50 pagi hingga jam 10.30 pagi.
- Erpangir ku lau di tempat tinggal arwah leluhur Keramat Nini Galuh dari 11,30-13,40.
- Tarian seremonial di rumah Tengger Sembiring dari pukul 18.00 sampai sekitar jam 3 malam.
Prosesi di Keramat Putri Hijau.
Pada pukul 9.45 pagi, iringan prosesi keluarga Sembiring berjalan dari rumah mereka ke Keramat Puteri Hijau. Geriten ini dibungkus kain berwarna putih, tampak magis sebagai tempat Puteri Hijau dan saudara lelakinya yaitu Nini Mariam.
Prosesi yang akan diadakan adalah erpangir relik, dimana dilakukan pembersihan dan mengundang roh-roh untuk berpartisipasi dalam tarian di malamnya di rumah keluarga Sembiring. Halaman dibersihkan, kaki dicuci, dan lau penguras disiapkan untuk erpangir. Kain putih diikat di kepala Tengger Sembiring.
Tiga perempuan, termasuk istri pak Sembiring bersama Tengger Sembiring, masuk ke bagian dalam geriten tersebut. Ada permintaan untuk bantuan, ucapan kebahagiaan dan belas kasihan untuk Sembiring mergana diarahkan ke meriam. Mereka menyajikan sirih.
(Berikut cuplikan videonya )
Nande Mala berkata, “Semua siap.”
Perempuan lain berkata, “Tolong beritahu kami, nini, apa yang menurut Anda perlu!”
Tengger Sembiring : “Kami datang untuk bertanya; kami tidak tahu bagaimana kami harus melakukan yang terbaik; tolong tunjukkan kami bagaimana kami bisa mendapatkan hal-hal yang baik! ”
Di dalam terdengar tangisan para wanita dan lau penguras dioleskan ke Mariam. Ibu Sembiring dan adiknya iparnya bergerak berirama bolak-balik dan menyentuh meriam.
Selanjutnya ke luar geriten. Di luar, di geriten, Nande Mala membawa rokok persembahan dan kemudian berdoa.
Tengger Sembiring berkata, “Kami meminta nini untuk datang ke rumah, untuk membawa kesejahteraan bagi keluarga. Nini adalah satu-satunya guru kami. Jika gendang dipukul, kemudian datanglah dalam semua keindahannya!”
Berikutnya kedua perempuan kesurupan. Guru Sibaso menyebut nama Keramat. Dia meminta Nini Mariam, Nini Puteri Hijau dan Nini Naga untuk bantuan, kebahagiaan dan kesehatan untuk seluruh keluarga. Turang (adik perempuan) Tengger Sembiring merangkak. Dia adalah dari Keramat Nini Naga, ular laut. Istri Tengger Sembiring dimasuki oleh roh leluhur Nini Karo.
Tengger Sembiring berkata, “…. Orang-orang akan menerima Nini di rumah. Ketika Nini datang ke rumah, kami akan menyambut Nini. ….”
Nande Mala berkata, “….. Nini Pande Besi dan Nini Raja Lawit tetap terus melindungi! Puteri tetap senang di rumah. Sampai pada hari saatnya, kami merasa bahwa Nini lebih berharga bagi kami……”
Tengger Sembiring berkata, “Datanglah ke rumah!” (Dan lain-lain seperti sebelumnya).
Suara perempuan berkata, “Ceritakan kisah kami nanti di rumah!”
Tengger berkata, ” Semoga hari cerah dan cerah, hari ini!”
Suara perempuan berkata, “Inilah persembahan kami, kami bisa pulang!”
Pukul 10.30 rombongan kembali ke rumah.
Prosesi Erpangir Ku Lau
Jam 11.30 berangkat ke lokasi erpangir.
12:10 : Anak beru mulai dengan pembangunan altar (Anjap).
12:20 : Altar dihiasi oleh Guru Sibaso; lalu berkumpul mereka di sekitarnya.
12:25 : Altar hampir selesai. Sirih, pinang dan kapur ditambahkan, ditempatkan di atasnya. Lau penguras disiapkan. Diberikan sirih, nanas dan jeruk nipis untuk anak beru dan Guru Sibaso. Di altar sebuah kelapa dengan lubang terbuka.
12:35 : Dekorasi di altar disempurnakan oleh Guru Sibaso. Tengger Sembiring membawa pasir keluar dari sungai. Ini berfungsi sebagai tumpuan untuk mangkuk putih yang harus berdiri di bawah altar.
12:40 : Mangkuk putih ditempatkan di bawah altar.
12:42 : Sebuah pinang kuning ditempatkan di altar, ditutupi dengan kain putih. Berikutnya adalah dua lau penguras untuk minum dan pangir untuk persiapan mencuci rambut. Jahe, lada (dalam lau penguras) dan berbagai buah jeruk.
12:45 : Lau penguras diisi dalam cangkir putih di bawah altar. Rokok dibakar dan sirih diletakkan di altar.
12:55 : Handuk putih dibagikan pada keluarga. Sang Guru Sibaso berdiri di depan altar. Tengger Sembiring di kanan dan istri Tengger Sembiring di sebelah kirinya.
12:59 : Guru Sibaso memulai doanya dengan permohonan kepada Keramat Nini Galuh : “Oh nini, kam (kamu) adalah nini boraspati taneh, kam adalah nini guru layo, mate sada wari, seperti kata sang guru. Anda adalah pemilik pertama pustakana jati. ….. Anda adalah seorang prajurit; Anda sangat kuat karena Anda sayang dengan kalimbubu, Sitepu mergana, tanah yang dimiliki Sitepu Mergana, yang hanya memiliki dua saudara lelaki……”
(dan kalimat panjang lainya tentang Sembiring mergana dan beru Karo, yang mungkin bisa diterjemahkan dengan lebih baik suatu saat kelak)
Guru Sibaso, berkata, “….. Doah Doah Nande Biring, Doah Nande Karo. Bersama dengan Nini Biring dan Nini Bulang telah menunjukkan apa yang kamu suka, Turang. Anak-anak dan cucu kita harus menjadi penerus Sembiring Mergana untuk membuat Tanah Karo lebih besar. Anda menghadapi pisau dan peluru, untuk tujuan ini, anda mampu. Kamu seperti bayangan Sembiring Mergana juga di tengah rumah Karo Mergana. Saya berdoa, dan saya merasa bahwa sang Bulang bahagia……………”
Selanjutnya masing-masing dari mereka yang hadir minum seteguk lau penguras dan sebagian dituangkan ke tangannya untuk mengusap dahi dan rambut. Urutan di sini adalah:
- Sukut
- Anak beru ,
- Kalimbubu
- Peserta yang hadir seperti para tamu dan kru film. Ini diikuti langsung oleh ritual mencuci rambut dengan pangir. Guru Sibaso membasahi kepala. Kemudian dibilas dengan mata air yang jernih.
13:40 : acara Erpangir ku lau selesai. Mereka kembali ke rumah dan istirahat makan siang. Dipersiapkan juga acara untuk malam dan juga dibangun altar.
17:20 : kedatangan para musisi, Tukang Ginting bersama kelompoknya. Grup ini berasal dari Berastagi, terdiri dari:
- Tukang Ginting (43 tahun) / kulcapi, surdam
- Yusup Tarigan (18 tahun) / keteng-keteng indungna
- Perai Sembiring (38 tahun) / keteng-keteng anakna dan penganak
Sebelum kedatangan para musisi, Damenta Munte menanyakan Guru Sibaso Nande Mala yang memimpin acara :
Damenta Munte (D.M.) : Siapa yang berpartisipasi dalam Erpangir?
Guru Sibaso Nande Mala (GS.) : Sukut, anak beru, kalimbubu bena-bena (kalimbubu sang ayah), kalimbubu perdemui (kalimbubu dari Tengger Sembiring), anak beru menteri. Kami berkorban untuk nini, yang mate sada wari, leluhur yang wafat dalam pertempuran. Kami semua meminta tendi untuk masuk ke rumah agar mereka saling berjabat tangan.

D.M : Apa yang ada di baka (keranjang, yang digunakan dalam tarian khusus saat seremnonial) ?
GS : Yang diiisi dalam baka adalah :
- Jabi-jabi beringin
- Sala bulan
- Sangketen
- Jabi-jabi bukit
- Bulung bertuk
- Sanggar
- Si peradep
- Padang teguh
- Ambat tuah
- Serpi
Keranjangnya terbuat dari rotan. Dalam setiap upacara, kampil harus dikirim ke wakil dari kalimbubu. Isi kampil adalah :
- Tagan (wadah perunggu untuk kapur untuk mengunyah sirih)
- Petah ranto (wadah tembakau yang terbuat dari perunggu);
- Cin-cin tumbuk (cincin)
- Semata
- Belo cawir
- ….?
- Cimpa lepat
- Beras setumba
- Naruh manuk raja mulia
- Tuala ras gula
Semuanya harus diawasi oleh Guru Sibaso. Dia bertanggung jawab untuk segalanya. Semua orang harus belajar itu. Ini diturunkan dari nenek moyang kita, ini harus dijaga.
Dalam setiap upacara, Kalimbubu harus diberi Uis Sarin Teneng. Sebuah tikar, gantung gual-gual, diserahkan kepada para musisi. Guru sibaso menerima amak guru.
D.M : apa yang ada di altar?
Bersambung ke bahagian dua.
Sumber : “Encyclopaedia Cinematographica” oleh Franz Simon dan Artur Simon, Institut Fur Den Wissenchaftlichen Film, 1997.